Open Kolaborasi
Hubungi Kontak Kami
untuk Media Partner dan Publikasi.
Mengapa Banyak Keterampilan Kepramukaan Nggak Berguna? – Tidak sedikit orang yang mengingat kepramukaan sebagai mengajarkan keterampilan yang setelah mereka dewasa, ternyata nggak berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kalau melihat kenyataan di lapangan, pernyataan itu nggak sepenuhnya benar. Namun juga nggak sepenuhnya salah lho … Lebih tepatnya, keterampilan yang disajikan dalam Pendidikan Kepramukaan itu akan terasa gunanya hanya jika disajikan dengan cara dan porsi yang benar.
Keterampilan apa saja yang Anda ingat saat berlatih di gugusdepan zaman masih sekolah dulu? Sandi-sandi, morse dan semafor, tali-temali, baris-berbaris, dll. Setiap keterampilan itu gunanya buat apa sih? Apakah dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkannya? Bisa dibilang sebagian besar tidak begitu kita butuhkan.
Sebenarnya kita bisa mengelompokkan materi latihan kepramukaan itu menjadi 3 kelompok besar.
Pertama, campcraft dan woodcraft adalah keterampilan yang diajarkan karena dibutuhkan oleh Pembina Pramuka dan adik-adik ketika berkemah atau berkegiatan di alam terbuka. “Campcraft” merupakan segala keterampilan untuk mejalani kehidupan perkemahan. Mulai dari mendirikan tenda, membuat “gadget” perkemahan dari barang seadanya, hingga keterampilan memasak dan menjaga kebersihan lingkungan perkemahan. Sedangkan “woodcraft” adalah pengetahuan tentang flora dan fauna di alam liar. Dipelajari supaya kita tahu bagaimana memanfaatkannya, menjaga diri dari bahaya yang ditimbulkan dan menjaga supay tidak mengganggu mereka saat berkegiatan.
Dua keterampilan itu bekal utama supaya bisa hidup di alam dengan aman dan nyaman. Maka akan terasa gunanya jika adik-adik pergi menjelajah atau berkemah di alam terbuka. Maka wajar bagi orang-orang yang belum pernah berkemah tidak begitu merasakan kegunaannya. Kecuali bagi Anda yang tinggal di pedalaman atau pedesaan di mana lingkungan sekitarnya masih alami. Campcraft dan woodcraft barangkali menjadi kearifan lokal yang sudah Anda kuasai sejak kecil.
Kelompok kedua adalah berbagai keterampilan yang disajikan sebagai BUNGKUS CERITA dan SAMPUL KEGIATAN dalam Pendidikan Kepramukaan. Misalnya tentang sandi, morse dan semafor itu disajikan karena adik-adik diajak berlatih dengan romansa petualangan di dunianya Kim dan Mowgli. Kim adalah tokoh utama dari novel “Kim”, dan Mowgli adalah tokoh utama dari novel “The Jungle Book”, keduanya karya penulis Rudyard Kipilng. Ada lagi keterampilan “observasi dan deduksi” yang mengangkat romansa petualangan Sherlock Holmes karya Arthur Conan Doyle.
Keterampilan kelompok kedua ini memang tidak akan terasa gunanya secara langsung. Tetapi dengan pengemasan kegiatan yang tepat, akan menghadirkan petualangan yang menantang sekaligus menyenangkan. Di satu sisi akan menarik minat adik-adik untuk ikut berkegiatan. Di sisi lain akan mendorong mereka untuk mempelajari pengetahuan yang lebih luas dan lebih jauh. Pengetahuan yang tidak mereka temukan dalam kegiatan belajar di sekolah formal.
Jadi, kalau ada yang bilang Keterampilan Kepramukaan Nggak Berguna, “Berlatih semafor itu ada gunanya saat kalian dalam situasi darurat.” Kemungkinan besar itu omong kosong belaka. Nyatanya dalam kehidupan sehari-hari hampir tak pernah ditemui kondisi darurat yang solusinya dengan isyarat semafor. Saking bingungnya mencari-cari kegunaan berlatih semafor, ada kawan-kawan Pembina Pramuka yang menyajikannya dalam bentuk karya seni semaphore dance. Biar terasa gunanya, yaitu untuk mengasah bakat seni adik-adik. Nggak salah sih… tapi visi kepramukaan jauh melampaui itu.
Romansa petualangan Kim, Mowgli dan Sherlock Holmes dipilih oleh Baden-Powell sebagai Sampul Kegiatan bertujuan untuk mendorong adik-adik memiliki karakter positif dari tokoh-tokoh fiksi tersebut. Seperti keberanian, kecerdasan, kepadulian, ketelitian dalam mengamati petunjuk sekecil apapun, kepandaian dalam menyimpulkan (deduksi) makna petunjuk, dsb. Dari sifat-sifat itu adik-adik akan jauh lebih mudah mempelajari kecakapan hidup yang dia butuhkan di dunia nyata.
Maka kelompok keterampilan ketiga adalah kecakapan hidup (life skills). Kelompok keterampilan kedua itu hanya sebagai “pemantik” yang akan mendorong kemauan belajar adik-adik dan membuka wawasan. Itulah sebabnya dalam Pendidikan Kepramukaan ada yang disebut “Kecakapan Khusus”. Yaitu berbagai kecakapan di dunia nyata dari banyak bidang yang didalami oleh adik-adik sesuai dengan minat dan bakatnya.
Sebagai contoh, saat berkemah adik-adik diajak menerapkan hasil latihan tali-temali (pioneering). Di dunia nyata Pembina Pramuka memperkenalkan mereka dengan dunia “engineering”, seperti kelistrikan, mekanika, cara kerja mesin, struktur bangunan dan sebagainya. Baden-Powell merekomendasikan supaya adik adik diberi tugas membuat mainan mekanis dari kayu, mengunjungi pabrik untuk mempelajari manajemen industri dan cara kerja mesin. Hal yang sama berlaku untuk bidang kecakapan hidup lainnya.
Kesimpulannya, jika Anda cukup beruntung mendapatkan Pembina Pramuka yang baik, maka akan berasakan banyak kegunaan langsung keterampilan khas kepramukaan itu. Pembina Pramuka yang bisa memfasilitasi adik-adik berkemah, menjelajah di alam terbuka, menghadirkan romansa petualangan yang membuka wawasan, dan akhirnya memperkenalkan berbagai kecakapan hidup di dunia nyata.
Penulis: Kak Lanang Kuncoro/ Kelana Majalah Pramuka